“Disabilitas dan Hak yang Diabaikan: Catatan Jujur untuk Hari Disabilitas Internasional 2025”
Selamat Hari Disabilitas Internasional 2025
Apa arti Hari Disabilitas Internasional?
Pertanyaan sederhana, tapi jawabannya sering kali penuh lapisan-lapisan yang rumit.
Kadang aku bertanya kepada diri sendiri:
Apakah hari ini benar-benar untuk kami,
atau hanya untuk mereka yang ingin terlihat peduli?
Setiap tanggal 3 Desember, dunia seolah berlomba menjadi paling ramah.
Panggung-panggung megah dibangun,
spanduk berwarna-warni dipasang di mana-mana,
kata “inklusif” dan “setara” dicetak besar-besar
seakan-akan dengan menuliskannya saja, masalah kami selesai.
Padahal setelah acara berakhir,
spanduk dilipat,
lampu dipadamkan,
dan para pejabat kembali tertawa di ruang ber-AC,
kami kembali pulang dengan realita yang masih sama:
akses jalan yang tidak berpihak,
peraturan yang berhenti di kertas,
dan pekerjaan yang masih sulit diraih
meskipun gelar akademik kami panjang dan kemampuan kami nyata.
Kadang lucu juga,
melihat bagaimana kami diberi tepuk tangan meriah di panggung,
namun di belakang panggung,
kursi roda kami tidak bisa naik satu undakan pun
karena tidak ada jalur akses.
Di ruangan-ruangan resmi,
kata “empati” terdengar sangat indah.
Tapi di lapangan,
yang kami temui lebih sering adalah tatapan ragu,
bisikan pelan,
dan keputusan sepihak tanpa penjelasan yang jujur.
Sementara mereka yang memegang kekuasaan
bisa tersenyum, tertawa, dan berjanji setiap hari,
kami justru harus menghadapi kenyataan pahit:
bahwa untuk bekerja saja
kami harus berjuang lebih dari yang lain.
“Maaf… kami belum bisa menerima Anda.”
Ah, kalimat itu rasanya sudah seperti lagu yang diputar berulang-ulang.
Alasannya? Beragam — semuanya terdengar sopan,
tapi tetap menyakitkan.
Beberapa perusahaan bilang tidak punya fasilitas,
beberapa bilang pekerjaan terlalu “berat”,
dan beberapa bahkan tidak memberi alasan sama sekali.
Padahal banyak di antara kami yang punya ijazah tinggi,
lulusan S1, S2, bahkan ada yang lebih dari itu.
Tapi gelar yang kami bawa seperti tidak ada artinya
karena sebelum kemampuan kami diuji,
orang-orang sudah sibuk menilai tubuh kami.
Dan lucunya lagi,
ketika bicara soal motivasi,
kami yang dijadikan simbol.
Kami yang dipamerkan sebagai contoh ketangguhan.
Kami yang dijadikan poster untuk acara seremonial.
Namun ketika bicara soal kesempatan,
pintu itu tiba-tiba seperti tidak pernah ada.
Yang kami butuh sebenarnya sederhana…
Kami cuma butuh ruang yang layak.
Sebuah ruang untuk berkarya,
ruang untuk bekerja,
ruang untuk berdiri sejajar,
ruang untuk didengar,
ruang untuk dihargai,
tanpa harus menjadi inspirasi terlebih dahulu.
Kami tidak meminta dipuja,
kami hanya meminta diperlakukan sebagai manusia—
manusia yang sama berharganya seperti siapa pun di negeri ini.
Hari Disabilitas Internasional 2025…
apakah ini hari perubahan,
atau hanya hari penuh pujian palsu?
Setiap tahun, para pejabat berdiri di podium,
mengucapkan kata-kata indah,
berjanji akan membuat akses lebih baik,
berkomitmen menciptakan lapangan kerja inklusif,
bertekad memperbaiki sistem pendidikan agar merata.
Tapi entah kenapa,
janji-janji itu seperti angin:
terdengar sebentar,
menghilang lebih cepat.
Dan sementara mereka terus bersuara,
kami terus menunggu,
menunggu hal-hal yang seharusnya sudah lama kami dapatkan:
trotoar aman,
transportasi yang bisa diakses,
pendidikan yang tidak membatasi,
dan pekerjaan yang tidak mendiskriminasi.
Kami masih sering diabaikan,
masih sering diremehkan,
masih sering dianggap hanya bisa jadi beban.
Padahal kalau diberi kesempatan yang adil,
kami bisa bekerja, berkarya, berprestasi,
dan berkontribusi besar untuk negeri ini.
Yang kami minta tidak muluk-muluk.
Bukan fasilitas mewah,
bukan program yang rumit,
bukan panggung penuh tepuk tangan.
Cukup ruang yang layak.
Ruang untuk tumbuh, ruang untuk dihargai, ruang untuk bekerja, ruang untuk bersuara.
Kalau saja para pengambil kebijakan
benar-benar melihat kami bukan sebagai “inspirasi” musiman,
melainkan sebagai warga negara yang punya hak,
mungkin tidak akan ada lagi diskriminasi yang dibungkus alasan sopan.
Tidak akan ada lagi intimidasi halus
yang membuat kami merasa tidak cukup “sempurna” untuk dunia kerja.
Hari Disabilitas Internasional seharusnya bukan panggung seremonial.
Ini seharusnya pengingat keras
bahwa negara ini masih punya pekerjaan rumah besar
yang belum disentuh dengan serius.
Semoga tahun ini bukan hanya ulang dari tahun-tahun sebelumnya.
Semoga ini menjadi titik di mana kesadaran benar-benar tumbuh,
bukan hanya di podium,
bukan hanya di spanduk,
tapi di hati dan kebijakan.
Karena kami hanya ingin satu hal:
Kami cuma butuh ruang yang layak.
Ruang untuk menjalani hidup sebagai manusia yang sepenuhnya dihargai.
Selamat Hari Disabilitas Internasional 2025.
Semoga setelah hari ini,
kesetaraan tidak lagi hanya jadi wacana,
melainkan kenyataan yang benar-benar diperjuangkan.
Maaf jika tulisan saya ini terdengar terlalu jujur,
terlalu apa adanya,
atau mungkin terlalu berani untuk sebagian orang.
Saya tidak menulis untuk menyinggung,
tidak pula untuk menyudutkan pihak mana pun.
Tulisan ini lahir dari kenyataan yang sering kami hadapi,
dari pengalaman yang dialami banyak teman-teman disabilitas,
dari suara-suara yang selama ini pelan
karena takut dianggap mengeluh.
Saya hanya berharap
apa yang saya sampaikan ini
dapat membuka hati,
menggugah kesadaran,
dan menyentuh nurani para pejabat, pemegang kebijakan,
serta mereka yang memiliki wewenang
untuk memperbaiki keadaan ini.
Jika ada kata yang terasa keras,
itu bukan karena kebencian—
melainkan karena realita memang keras.
Kami tidak meminta yang berlebihan,
kami hanya ingin didengar,
dilihat, dan dihargai sebagai manusia sepenuhnya.
Dan jika suatu hari nanti,
kesetaraan itu akhirnya benar-benar hadir,
kami akan sangat bersyukur
bahwa kejujuran kecil ini pernah ikut menjadi bagian dari jalannya.
Terima kasih.
Semoga tulisan ini menjadi cermin,
bukan hanya bagi pemerintah dan pejabat,
tetapi juga bagi siapa pun yang percaya
bahwa semua manusia berhak mendapatkan ruang yang layak.

Posting Komentar untuk "“Disabilitas dan Hak yang Diabaikan: Catatan Jujur untuk Hari Disabilitas Internasional 2025”"
Posting Komentar