IDAI Desak Evaluasi Program MBG Usai 4.711 Kasus Keracunan Anak Sekolah
IDAI Desak BGN Lakukan Evaluasi Program MBG Usai Ribuan Kasus Keracunan
JAKARTA – Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) meminta Badan Gizi Nasional (BGN) melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG), menyusul meningkatnya kasus keracunan yang menimpa anak-anak penerima program tersebut. IDAI menekankan agar aspek keamanan dan keselamatan anak menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan program.
Berdasarkan catatan resmi BGN, terdapat 4.711 laporan keracunan terkait MBG sejak Januari 2025 hingga 22 September 2025. Fenomena ini memicu kekhawatiran serius, terutama karena korban bukan hanya peserta didik, tetapi juga kelompok rentan lain seperti balita serta ibu hamil.
“Program MBG memiliki tujuan mulia untuk memperbaiki status gizi dan kesehatan anak bangsa. Namun, kasus keracunan yang terus berulang justru menimbulkan ancaman besar terhadap keselamatan generasi muda,” tulis pernyataan resmi IDAI pada Minggu (28/9/2025).
IDAI menambahkan bahwa kelompok ibu hamil dan menyusui yang sering kali terabaikan juga patut dipertimbangkan sebagai penerima manfaat dengan perlindungan khusus.
Dalam surat terbuka yang ditujukan kepada BGN, IDAI menyampaikan beberapa rekomendasi penting:
- Keamanan pangan harus dijadikan prioritas.
Seluruh tahapan, mulai dari pemilihan bahan, proses pengolahan, penyimpanan, hingga distribusi makanan, wajib mengacu pada standar keamanan pangan untuk mencegah kontaminasi. - Keseimbangan gizi perlu dijamin.
Menu makanan harus disusun oleh tenaga ahli gizi anak agar kandungan nutrisinya sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembang optimal. - Pengawasan ketat terhadap pelaksana program.
Setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) diwajibkan memiliki sertifikasi dan mendapat evaluasi berkala. - Mekanisme penanganan darurat harus tersedia.
Perlu disiapkan prosedur mitigasi serta saluran aduan masyarakat agar kasus keracunan dapat segera ditangani. Sistem ini perlu melibatkan pemerintah, sekolah, dokter anak, tenaga kesehatan, dan masyarakat luas.
Sekretaris Umum IDAI, DR. Dr. Hikari AMbara Sjakti, SpA, Subsp HemaOnk(K) menegaskan bahwa IDAI siap bekerja sama dengan pemerintah, sekolah, dan masyarakat untuk memastikan manfaat program MBG benar-benar dirasakan. “Kami ingin program ini memberi dampak nyata terhadap kesehatan, gizi, dan masa depan anak Indonesia,” ujarnya.
Sementara itu, pihak BGN mengakui bahwa sebagian besar insiden keracunan diduga dipicu oleh tidak dijalankannya prosedur operasional standar (SOP). “Sebanyak 80 persen kasus disebabkan oleh kelalaian dalam mematuhi SOP, baik dari mitra maupun dari internal kami,” ungkap Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, dikutip pada Jumat (26/9/2025).
Ia menjelaskan bahwa di setiap SPPG terdapat struktur lengkap, mulai dari kepala unit, ahli gizi, hingga tenaga akuntansi, sehingga seharusnya pengawasan dapat berjalan dengan baik.
Adapun distribusi kasus menunjukkan sebagian besar terjadi di Pulau Jawa. Data BGN mencatat, wilayah I melaporkan 1.281 kasus, wilayah II 2.606 kasus, dan wilayah III 824 kasus, sebagaimana dilansir pada Rabu (24/9/2025).
Kesimpulan
Maraknya kasus keracunan dalam program MBG menimbulkan desakan kuat agar BGN segera melakukan perbaikan sistem secara menyeluruh. IDAI menilai perlindungan terhadap anak, balita, dan ibu hamil harus menjadi perhatian utama, disertai penerapan standar keamanan pangan, pengawasan ketat, serta penyediaan mekanisme darurat. Tanpa langkah evaluasi yang serius, tujuan program MBG untuk meningkatkan kualitas gizi anak Indonesia dikhawatirkan tidak tercapai, bahkan berpotensi menimbulkan risiko kesehatan lebih besar.
Posting Komentar untuk "IDAI Desak Evaluasi Program MBG Usai 4.711 Kasus Keracunan Anak Sekolah"
Posting Komentar