“Royalti Lagu Diwajibkan, Saatnya Kebijakan Ini Dikaji Ulang”

Warga Minta Kebijakan Royalti Lagu Dikaji Ulang

Warga Minta Kebijakan Royalti Lagu Dikaji Ulang

Sejumlah warga menyampaikan keresahan mereka terkait aturan pembayaran royalti musik. Menurut mereka, kebijakan ini justru menambah beban baru di tengah kondisi ekonomi yang sudah sulit.

Erni (28), salah seorang warga, mengaku bingung dengan aturan yang mewajibkan pembayaran royalti hanya karena mendengarkan lagu di ruang publik.

"Tolonglah dipikirkan ulang. Rasanya sekarang apa-apa selalu dikaitkan dengan uang. Pajak sudah kita bayar, masa untuk hiburan musik saja masih ditarik lagi? Aneh kan," ujarnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Rexy (30). Menurutnya, aturan ini bukan hanya memberatkan pemilik usaha, tapi juga bisa merugikan masyarakat umum. Ia mencontohkan, bus antarkota jadi enggan memutar musik karena takut terkena kewajiban royalti.

"Kalau begini, perjalanan jadi sepi, pelanggan juga bosan. Kebijakan yang harusnya melindungi, malah terasa menyulitkan. Harapannya bisa dipertimbangkan lagi," katanya.

Rexy pun meragukan apakah uang royalti benar-benar akan sampai ke tangan para pencipta lagu dan musisi.

"Khawatirnya dana itu tidak sepenuhnya disalurkan dengan baik. Kalau sampai ada penyalahgunaan, masyarakat lagi yang jadi korban," tambahnya.

Sementara itu, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menegaskan aturan ini tetap berlaku. Setiap pelaku usaha yang menggunakan musik di ruang publik—mulai dari restoran, kafe, toko, pusat kebugaran, hingga hotel—diwajibkan membayar royalti kepada pemegang hak cipta.

Agung Damarsasongko, Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, menjelaskan bahwa meskipun pelaku usaha sudah berlangganan layanan musik digital seperti Spotify, YouTube Premium, atau Apple Music, hal tersebut tidak menggugurkan kewajiban.

"Layanan streaming itu untuk kebutuhan pribadi. Begitu musik diperdengarkan di tempat usaha dan dinikmati publik, statusnya sudah masuk penggunaan komersial. Maka tetap harus ada lisensi tambahan," jelasnya.

Pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta serta Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021. LMKN inilah yang nantinya menghimpun sekaligus menyalurkan royalti kepada pencipta dan pemilik hak terkait.

Kesimpulan:

Dari berbagai pendapat yang muncul, terlihat jelas bahwa kebijakan royalti lagu menimbulkan pro dan kontra. Di satu sisi, pemerintah ingin melindungi hak cipta dan memberi penghargaan yang layak bagi pencipta lagu maupun musisi. Namun di sisi lain, warga merasa aturan ini justru menambah beban, terutama bagi pelaku usaha kecil dan masyarakat yang hanya ingin menikmati musik sebagai hiburan.

Karena itu, kebijakan ini sebaiknya dikaji ulang dengan lebih bijak, agar tujuan mulia untuk menghargai karya seni tidak berubah menjadi beban baru yang menyulitkan rakyat.

Posting Komentar untuk "“Royalti Lagu Diwajibkan, Saatnya Kebijakan Ini Dikaji Ulang”"